Jumat, 14 Juni 2013

Sunat Perempuan Tidak Punya Landasan Anjuran

Sunat Perempuan

Sunat biasanya dilakukan pada anak laki-laki tapi di beberapa wilayah di tanah air praktik sunat juga dilakukan terhadap perempuan. Berbagai alasan dan tata cara yang berbeda dilakukan sesuai adat istiadat dan kebiasaan ataupun perintah agama. Dalam PMK yang ditandatangani mantan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih pada 15 November 2010, disebutkan definisi sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa melukai klitoris.
Sunat perempuan juga hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan, dokter spesialis, bidan, perawat atau mantri yang memiliki keterampilan dan kewengangan untuk melakukan upaya kesehatan dan telah memiliki surat izin praktik sesuai dengan perundang-undangan. Tenaga kesehatan itu pun diutamakan yang berjenis kelamin perempuan.
Kenyataannya di lapangan praktik sunat perempuan tetap banyak dilakukan bukan oleh tenaga kesehatan yang berwengang. Masyarakat banyak yang menggunakan jasa dukun sunat tradisional.Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Amidhan, pada tahun 2008 pernah MUI mengeluarkan fatwa makrumah atau ibadah yang dianjurkan artinya dalam agama Islam sunat perempuan belum bersifat wajib.
Alat untuk menyunat adalah pisau (55 persen), gunting (24 persen), sembilu (bambu) atau silet (5 persen), jarum (1 persen), serta sisanya sekitar 15 persen pinset, kuku atau jari penyunat, koin, dan kunyit. Caranya adalah dengan pemotongan klitoris, yaitu insisi (22 persen) dan eksisi (72 persen) menggunakan gunting, serta mengerik dan menggores klitoris (6 persen) menggunakan bambu atau silet.
Pelaksanaan sunat perempuan sangat bervariasi, mulai dari tenaga medis (baik perawat, bidan, maupun dokter), dukun bayi, maupun dukun/tukang sunat, dengan menggunakan alat-alat tradisional (pisau, sembilu, bamboo, jarum, kaca, kuku) hingga alat modern (gunting, scapula).
Tradisi dan Agama
Pelaksanaan sunat perempuan setelah ditelusuri dasar normatif (al-Qur’an dan Hadits) di dalam ajaran agama Islam tidak ditemukan. Ayat yang senantiasa dijadikan rujukan hukum atas sunat bagi laki-laki dan perempuan adalah QS An-Nahl:123, yang artinya ”Kemudian Kami wahyukan kepadamu agar mengikuti millah Nabi Ibrahim.” Menurut KH Husein Muhammad dari Pondok Pesantren Darut tauhit, Cirebon, tidak ada pakar tafsir yang mengaitkan ayat tersebut dengan kewajiban sunat untuk perempuan. Ayat itu intinya memerintahkan pada nabi Muhammad membebaskan diri dari penyembahan terhadap berhala dan kepasrahan kepada tuhan.
Salah satu contoh praktek sunat perempuan adat istiadat yang ada di masyarakat Madura yaitu tradisi sunat perempuan. Tradisi ini telah dilaksanakan secara turun temurun mungkin hingga saat ini. Mengingat tradisi ini telah dilarang oleh pemerintah. Tradisi ini telah ada sebelum agama islam masuk ke pulau Madura dan semakin kuat saat agama islam telah masuk ke pulau Madura.
Dampak negatif salah satu sunat perempuan adalah klitoris memainkan peran penting dalam meningkatkan kenikmatan seksual seorang perempuan. Selain itu, melalui klitoris, ekskresi kelenjar dapat terjadi di sekitar vagina.
Dengan demikian bisa diambil kesimpulan bahwa sunat perempuan tidak berdasar apapun baik dilihat dari segi agama maupun kesehatan. Yang ada hanya malah dampak negatif pada diri sendiri saat kenikmatan sexsual berkurang kelak dikemudian hari.


EmoticonEmoticon